Saturday, February 8, 2020

Masjid Jama di India 🇮🇳

Di New Delhi, kami singgah solat di masjid Jama yang berusia hampir 500 tahun. Sungguh tenang berada di sini, apabila kita rukuk dan sujud dalam keseragaman dan kesederhanaan yang paling hakiki, terpekur di hadapan kebesaran Allah SWT.

“Accha. Accha. Muslim brother. Welcome to New Delhi,” seorang jemaah mengucapkan kepada saya sebaik memberitahu datang dari mana. Saudara seagama adalah kunci walau kemana kita bermusafir.

Kami berbual seketika.  Dia masih menyempatkan diri mendengar kisah kedatangan saya ke India. Saya seperti juru dongeng, bercerita tentang pengalaman di kota-kota India - Agra, Jaipur, Jaisalmer, Jodhpur, Pushkar, Ajmer, Mathura-Vrindhavan, New Delhi. 

Dia beritahu dia terinspirasi, juga ingin bermusafir mengelilingi tanah airnya sendiri, tapi jalan hidupnya sebagai peniaga jalanan tidak memungkinkan dia mempunyai wang yang cukup.

Perjalanan di India adalah umpama menjalani satu pakej lengkap yang bercampur aduk. Orang kata tak ada satupun buku yang sanggup menulis tentang India, atau yang mencakupi semua tentang India.

Mengalami India adalah seperti menemukan harta karun kitab kuno dalam longgokan barang usang dalam gudang. Kitab itu membuat semua pembaca melihat nostalgia masa lalu, memandang realiti masa kini, sekaligus menantikan misteri masa depan. 

Sebuah negara yang penuh dengan paradoks dan kontradik. Paradoks yang terjelma dalam fantasi ala Bollywood bahawa hidup akan berjalan sesuai dengan alur fiksi imaginasi. 

Bollywood yang berjaya memberikan pengharapan bahawa happy ending tetap akan datang walaupun suasana sekeliling bertabrakan. 

Paradoks India ialah ketika kaki saya dipeluk oleh anak yang mengemis jalanan merintih meminta wang. Saya cuma memendam rasa kesal dalam hati dan berkata, “Maaf dik, aku tak mampu mengubah nasib hidupmu.”

Paradoks India ialah apabila setengah billion penduduk tidak memiliki tandas sendiri, menyebabkan mereka "melabur" secara terbuka dan menjadikan India sebagai mega toilet dengan aroma yang menyengit hidung. 

Ah, andaikan kita semujur Rancho (Aamir Khan) yang mendapatkan kembali Pia (Kareena Kapoor) dalam filem 3 Idiots.

Pia sudah kenakan pakaian berkilau merah berhiasan untaian manik dari kepala sampai hujung kaki. Pernikahan tinggal beberapa minit pada detik yang menjanjikan keberuntungan.

Semua menunggu pengantin lelaki bersiap sehinggalah Pia mengubah fikiran lalu lari bersama Farhan.

Pia tahu ini adalah pilihan berat yang harus dijalani, pengorbanan yang harus dilakukan, demi bersama Rancho yang sekian lama dia memendam asmara.

Di langit biru yang cerah, di pulau buatan di tengah tasik, Rancho bagaikan bermimpi melihat sang gadis yang dicintai datang menaiki vespa kuning bertopi keledar merah. 

Mata si gadis berkaca-kaca. Dari jauh jadi semakin dekat. Bermimpikah aku, tanya Rancho. Oh, apa yang harus dilakukan?

Tiba-tiba sebiji penampar hinggap di pipi Rancho, adegan menjadi anti-klimaks, seketika itu juga cerita berbalik arah, ajaib yang tidak diduga.
Rancho yang sebelum ini undur diri dari permainan sandiwara cinta tiga segi kini bertukar-tukar madah cinta dengan Pia. 
Rancho baru sedar Pia ditakdirkan bersama dengannya.

Sekarang Pia dan Rancho boleh ketawa riang, merekalah pasangan paling bahagia.

Memang seperti itulah seharusnya akhir cerita. Fantasi cinta yang berakhir dengan memiliki kekasih dan semua masalah selesai.

Demikianlah model tourism India, sebuah fantasi sempurna ala Bollywood. Namun, seperti pengemis yang terpaksa bangun dari mimpi menjadi millionair gara-gara perut berkeroncong. 
Fantasi ini tenggelam dalam kebisingan dan hiruk pikuk kota-kota India. Inilah senario ala India yang boleh bersambung-sambung hingga seribu episod.

Ah, sudahlah, India begitu meletihkan!

Yamin Ismail
Letih tapi tak serik

Kota Jaipur India Menawan.

Jaipur - kota merah jambu Rajasthan, adalah salah satu magnet pelancongan India. Kota ini dibanjiri pelancong dari berbagai kelas, mulai dari penghuni hotel lima bintang sampai backpackers penghuni rumah tumpangan murah.

Jaipur disebut kota merah jambu kerana di balik benteng kota kuno, banyak bangunan berwarna merah jambu. 

Pada tahun 1876, ketika King Edward VII berkunjung, kota ini bersolek habis-habisan, menjadi kota cantik berwarna romantis – merah jambu.

Bangunan yang menjadi landmark adalah Hawa Mahal, istana tinggi dan megah, dilengkapi 953 lubang jendela. 

Hawa ertinya angin. Dari lubang jendela ini, angin berhembus, memberi kesejukan bagi yang berada di balik bangunan ini.

Saya berjalan-jalan di kota kuno ini, mengagumi jalannya yang lurus, berpetak-petak.

Di satu blok, semua kedai menjual makanan, blok lain khusus perhiasan, sampai kawasan khusus pertukangan besi, permaidani dan motorsikal.

Lalu lintas sangat padat, hon kenderaan sambung-menyambung. Penduduk hilir mudik ke pasar dan kuil. Kelihatan kaum wanita di sini berbaju warna-warni, pakaian orang gurun yang bercorak luar biasa.
Ada yang gincunya ungu gelap, membuat wajah gelapnya bertambah seram, ada pula yang bedaknya terlalu tebal sampai seperti orang sakit kulit.

Walaupun demikian, siapa yang tidak terkasima melihat gelora kaum wanita Rajasthan ini yang begitu dahsyat. Tudung tembus pandang menutup wajah mereka sepenuhnya, melindungi sang pemakai dari terik mentari.

Semua warna ada, mulai dari yang lazim seperti merah menyala dan kuning, sampai warna berani seperti ungu, biru dan hijau tua. Rioting colors, satu deskripsi warna-warni yang memberontak terhadap kegersangan gurun Thar.

Bagaikan pelangi di siang yang terik, kaum wanita gurun ini menghablurkan kesejukan.
Pelancong dan backpackers yang membanjiri kota kuno ini banyak mengubah wajah Jaipur dan keseharian Rajasthan. Ada simbiosis mutualisme di sini. 

Mereka datang ke tempat yang eksotis ini mencari ‘pencerahan’ dan misteri dunia yang tersembunyi di negeri kuno.

Jangan terkejut kalau di kota merah jambu ada pula barisan kedai burger, kios Internet, restoran spageti Itali, humus India, roti Jerman, sampai kedai menawarkan koleksi buku terpakai.

Jaipur memang meriah, penuh warna dan memukau mata demi untuk menyenangkan hati para pelancong asing yang mencari misteri India. 

Tradisi kuno yang melewati ratusan tahun di balik gerbang dan benteng kunonya. Turisme, dengan segala plus minusnya, membuatnya terus bertahan dalam zamannya.
Yamin Ismail 

Ingin melabuhkan tirai tentang India

India yang Mempersona.

India begitu sesak. Satu billion penduduk bukan angka main-main. Berada di sini menjadikan jiwa resah, ekspektasi hilang begitu saja di tengah kerumunan sesak manusia India.

Begitu banyak formula yang dikatakan orang tentang perjalanan di India. Ada yang kata India itu singkatan kepada I never do it again – sekali sahaja cukuplah - taubat. 

Kata gemulah chef Anthony Bourdain, India itu memberi dua opsyen – benci total atau cinta total, tak ada yang tengah-tengah.

Ada pula yang kata, setelah perjalanan di India kita jadi jenis manusia dengan dua kemungkinan: sentimental berhati lemah yang trauma akibat disogok oleh kemelaratan bertubi-tubi, atau sebaliknya, jadi orang yang kebal rasa, ketika pengemis dan anak jalanan jadi makhluk yang tidak dihiraukan.

Ketika saya melakukan acara berjalan kaki, saya disapa oleh peniaga jalanan. “Hello sir, you Japanese? Korean? Chinese? Please come to my shop. No buy no problem.”

Saya mendengar pertanyaaan itu dengan mata terkebil-kebil, merapatkan kaki, melipat lengan, menarik nafas dalam-dalam.

Dia menggoyangkan kepala stail India. Sayapun ikut menggoyang kepala kiri-kanan. Kebiasaan ini menjadi tabiat setelah tiga hari berada di India.

Setiap turis dipandang seperti dompet berjalan yang selalu menjadi target teriakan kasar, “Halo! Halo Japani!”

Saya melalui kawasan tong sampah di mana seorang budak jalanan mengorek-ngorek, mencari yang remeh-remeh dalam pembungkus burger yang dibuang turis. Serpihan roti, potongan buah limau yang masih utuh dan sisa air minuman dalam botol plastik.

Saya dapat lihat betapa bersinarnya mata itu kerana menemukan sampah! Dengan wajah yang jauh lebih dewasa daripada umur sebenarnya, rambut yang kusut masai, lahap sekali memakan apa yang ditemui.

Saya berikan kepadanya sebotol air mineral. Dia mengucap terima kasih, berpaling dan berlalu pergi.

Dalam hidup, memang ada orang yang ditakdirkan untuk datang sekejap, mengajarkan kita sesuatu, lalu pergi. Budak pengemis ini salah satunya. Dia tidak berkata apa-apa. Dia juga tidak berpendidikan. 

Tetapi beberapa minit pelajaran yang diajarkannya pada saya memberikan keinsafan.
Impresi saya tentang India seketika berubah. Jangan anggap kesan pertama India sebagai realiti. Ini bukannya waktunya untuk angkat kaki meninggalkan India, kerana negeri ini ternyata masih punya banyak cerita.

Teknik tipu-tipu, karenah para peniaga yang menjengkelkan, atau para pengemis yang agresif, semuanya menjadi termaafkan.

Inilah hal luar biasa tentang India. Sekali lagi tentang paradoks. Kemiskinan memang begitu akut, persaingan di tengah jutaan jiwa begitu ganas, tekanan sosial dan kasta seringkali berlaku di luar batas kemanusiaan. Dan saya mula belajar untuk melihat India dengan segala realitinya.
Saya meneruskan langkah.

Yamin Ismail

Masih menghimpun sisa-sisa tenaga untuk bercerita tentang India

Warna Warni Kehidupan Di Jepun

Warna warni kehidupan di Jepun beserta keindahan semulajadi dan kecanggihan sisi modennya sukar untuk digambarkan dengan kata-kata.

Di sini anda perlu bersedia untuk banyak berjalan kaki. Lainlah kalau anda ingin sewa kereta dengan pemandu yang kosnya sangat mahal. 

Orang Jepun rata-rata berjalan laju. Kalau anda baca guidelines, "The hostel is 5 minutes away on foot from the train station," perjalanan 5 minit tu kena darab dengan 3.89 kali ganda dulu sebab tak sama nak catch-up halaju jalan kaki mereka.

Keretapi adalah medium pengangkutan utama di sini. Boleh beli Beli pass keretapi (Japan Rail Pass) atau pass bas. 

Jadual keretapinya efisen dan menepati waktu. Contoh, keretapi mempunyai jadual 07.13am. Next train 07.2am. Seterusnya 07.48am. Bukan 07.00/07.30/08.00am. Setiap keretapi adalah punctual. Anda kena naik sendiri baru feel macamana. 

Makanan halal ada tapi tidak di semua tempat dan agak mahal. Japan is never cheap. Elok bawa sambal ikan atau serunding. Bungkus dalam pek kecil supaya mudah untuk dihabiskan sekali makan dalam perjalanan jauh menaiki keretapi.

Kalau lapar sangat, masuk 7E atau Family Mart (konbini). Untuk mereka yang kali pertama masuk 7E akan rasa 'Alangkah kalau kat Malaysia macam ni'.

Ini adalah ayat very basic Japanese bila masuk store. Nak bagi ayat panjang sayapun tak ingat. Kat kaunter cuba cakap - Sumimasen (Excuse me). Gohan (nasi) - wa- doko desuka? (where is it?). 

Boleh minta cashier panaskan nasi tu dalam microwave. Lepas tu campur dengan pack lauk yang kita bawa. Bolehlah feel macam makan nasi campur kat Malaysia. 

Sumpah my friend, inilah makanan (nasi melekit Jepun) yang paling kenyang, mudah, murah dan mampu untuk wallet backpackers di samping onigiri.

Bahasa Jepun elok juga tahu sepatah dua sebagai menunjukkan budi bahasa kita. Contoh: Selamat pagi -Ohayo Gozaimas, Hello - Kon ni chi wa, Terima kasih - Arigato Gozaimas, Excuse Me – Sumimasen. 

Rakyat Jepun sangat helpful walaupun mereka sendiri tak faham apa yang kita tanya. Bab hospitality memang bagus. Walaupun newbie kat Jepun tak ada masalah. 

Bahasa Nihon sayapun memang berterabur bila kali pertama praktis. Sayapun kadang kadang tak faham apa yang mereka jawab.

Vending machine teramat banyak. Boleh beli apa saja. They are everywhere. Terdapat berjuta vending machine di negara ini. Dari bento kepada sosej, payung kepada surat khabar. Air tu of course la kan. Coklat, telur ayam, sup ikan, ramen, buah oren dan pisang. 

Malah ada juga mesin yang berfungsi mengambil selfie. Japanese are all about conveniences.

Tandas sangat bersih dan canggih. Sampaikan button mana nak tekanpun tak pasti selepas menunaikan hajat. 

Rakyat Jepun obses akan kebersihan dan keselesaan. Selalunya di tepi bidet atau dinding sebelah kanan ada pilihan water pressure, suhu air, cara pancuran pembersihan. Itulah hakikat kemodenan mangkuk tandas di Jepun. When in Japan, do as the Japanese do.

Surau ada. Takde excuse pergi travel tak solat. Di lapangan terbang Jepun memang disediakan surau. Di bandar-bandar besar juga ada masjid dan surau. Malah di kebanyakan restoran halal turut menyediakan ruang solat.

Cuma disebabkan rakyat Jepun sangat anti dengan lantai yang basah, maka kita perlu menghormati adab di tempat orang. Berusahalah untuk berwuduk dengan cermat dan tertib. Kalau ada tisu atau kain lap disediakan, lap sikit lantai lepas selesai ambil wuduk.

Makan ramen dengan hirupan bunyi bising dianggap penghargaan kesedapan kepada tukang masak. Kalau kat Malaysia rasa nak tampar muka orang yang makan berbunyi begitu. 

Di kedai makan pula, pelanggan akan makan dengan cepat apabila ada lagi customer yang beratur menunggu di luar sebagai tanda kita menghormati masa orang lain. Only in Japan.

Duit syiling Jepun ada banyak dominasi – 1, 5, 10, 50, 100 dan 500 Yen (design memang cantik). Kecuali jika anda ingin menyimpannya sebagai cenderamata, bolehlah berusaha habiskan sebab balik Malaysia nanti dah tak boleh tukar kat money changer.

Yamin Ismail
Ingin  terus meneroka Jepun

Friday, February 7, 2020

Visa Requirement to Europe Notice


Undang2 mengenai imigresen di EU dan UK akan berubah pada tahun ini serta tahun depan.

Untuk pemegang Passport Malaysia mulai tahun depan 2021 anda kena apply Etias Visa untuk negara berada di dalam kawasan Schengen serta Non-Schengen seperti Norway.

Untuk mereka pernah ke Norway serta Iceland negara tersebut adalah bukan Schengen asbab itu anda dibenarkan tinggal 90 hari untuk sekarang.

Mulai tahun 2021, kita semua kena apply etias seperti mana kita apply untuk visa masuk ke Australia.

Anda boleh membaca isi kandungan pada petikan artikel di bawah.
👇

https://www.etiasvisa.com/etias-requirements/malaysians

Selepas berlaku brexit pada Januari lalu dijangka sistem imigresen di UK mungkin akan berlaku perubahan. 

Jadi tahun 2020 adalah waktu sesuai untuk travel ke Eropah.

Kejatuhan Maharaja Byzantine Constantipole di Tangan Al-Fateh

Kejatuhan kubu Constantinople dari kacamata seorang pengembara - Bahagian 2.  Sultan Muhammad Al Fateh walaupun berumor 21 tahun...