Saturday, February 8, 2020

India yang Mempersona.

India begitu sesak. Satu billion penduduk bukan angka main-main. Berada di sini menjadikan jiwa resah, ekspektasi hilang begitu saja di tengah kerumunan sesak manusia India.

Begitu banyak formula yang dikatakan orang tentang perjalanan di India. Ada yang kata India itu singkatan kepada I never do it again – sekali sahaja cukuplah - taubat. 

Kata gemulah chef Anthony Bourdain, India itu memberi dua opsyen – benci total atau cinta total, tak ada yang tengah-tengah.

Ada pula yang kata, setelah perjalanan di India kita jadi jenis manusia dengan dua kemungkinan: sentimental berhati lemah yang trauma akibat disogok oleh kemelaratan bertubi-tubi, atau sebaliknya, jadi orang yang kebal rasa, ketika pengemis dan anak jalanan jadi makhluk yang tidak dihiraukan.

Ketika saya melakukan acara berjalan kaki, saya disapa oleh peniaga jalanan. “Hello sir, you Japanese? Korean? Chinese? Please come to my shop. No buy no problem.”

Saya mendengar pertanyaaan itu dengan mata terkebil-kebil, merapatkan kaki, melipat lengan, menarik nafas dalam-dalam.

Dia menggoyangkan kepala stail India. Sayapun ikut menggoyang kepala kiri-kanan. Kebiasaan ini menjadi tabiat setelah tiga hari berada di India.

Setiap turis dipandang seperti dompet berjalan yang selalu menjadi target teriakan kasar, “Halo! Halo Japani!”

Saya melalui kawasan tong sampah di mana seorang budak jalanan mengorek-ngorek, mencari yang remeh-remeh dalam pembungkus burger yang dibuang turis. Serpihan roti, potongan buah limau yang masih utuh dan sisa air minuman dalam botol plastik.

Saya dapat lihat betapa bersinarnya mata itu kerana menemukan sampah! Dengan wajah yang jauh lebih dewasa daripada umur sebenarnya, rambut yang kusut masai, lahap sekali memakan apa yang ditemui.

Saya berikan kepadanya sebotol air mineral. Dia mengucap terima kasih, berpaling dan berlalu pergi.

Dalam hidup, memang ada orang yang ditakdirkan untuk datang sekejap, mengajarkan kita sesuatu, lalu pergi. Budak pengemis ini salah satunya. Dia tidak berkata apa-apa. Dia juga tidak berpendidikan. 

Tetapi beberapa minit pelajaran yang diajarkannya pada saya memberikan keinsafan.
Impresi saya tentang India seketika berubah. Jangan anggap kesan pertama India sebagai realiti. Ini bukannya waktunya untuk angkat kaki meninggalkan India, kerana negeri ini ternyata masih punya banyak cerita.

Teknik tipu-tipu, karenah para peniaga yang menjengkelkan, atau para pengemis yang agresif, semuanya menjadi termaafkan.

Inilah hal luar biasa tentang India. Sekali lagi tentang paradoks. Kemiskinan memang begitu akut, persaingan di tengah jutaan jiwa begitu ganas, tekanan sosial dan kasta seringkali berlaku di luar batas kemanusiaan. Dan saya mula belajar untuk melihat India dengan segala realitinya.
Saya meneruskan langkah.

Yamin Ismail

Masih menghimpun sisa-sisa tenaga untuk bercerita tentang India

No comments:

Post a Comment

Kejatuhan Maharaja Byzantine Constantipole di Tangan Al-Fateh

Kejatuhan kubu Constantinople dari kacamata seorang pengembara - Bahagian 2.  Sultan Muhammad Al Fateh walaupun berumor 21 tahun...